Photo by Startup Stock Photos from Pexels

Artikel berikut adalah opini kami atas temuan – temuan, bukan merepresentasikan kondisi keseluruhan. Jika ada komentar, silahkan comment di social media kami.

Mulai dengan baca ini dulu

IHSG adalah definisi indeks yang tidak bagus. Mengapa? Karena IHSG berisi semua saham. Tidak sedikit lho saham – saham yang tidak (kurang) berkualitas dari sisi bisnisnya maupun likuiditasnya. Berapa banyak saham yang sudah autoreject 50 ataupun yang terkena delisting? Ini semua ada di dalam IHSG bukan?

Dengan demikian, IHSG tidak bisa direplikasi. Mustahil kita mengelola dana dan menyusun portfolio menyerupai IHSG. Jadi, kita tidak boleh membandingkan portfolio kita (termasuk reksadana saham) dengan IHSG untuk menilai sebuah kinerja. IHSG bisa menjadi batasan minimum kinerja, namun bukan untuk dibandingkan kalau kita ingin mencapai hasil terbaik.

Dari ratusan saham di dalam IHSG, yang bisa dibeli pun tidak lebih dari sepertiganya. Dan dari sepertiga tersebut, tidak semua saham bisa menampung dana besar sekelas fund – fund manager terbesar di Indonesia. Coba deh bayangin kamu punya jatah 50 miliar (ini kecil lho) untuk dibelikan 1 saham. Saham apa yang kamu akan beli? Kalau ada 100 fund manager, itu saham bisa nampung ga? Kalau uang 5 juta, semua saham ya bisa dibeli kan, dana kecil itu simple & easy. (itulah kenapa, kalau ada yang tukang rekomendasi saham gorengan, biasanya gapernah kelola dana besar, padahal dana Anda tergolong besar: nyangkut deh ujung- ujungnya).

Point-nya apa disini? Kalau dana kecil, mudah memberikan return jauh di atas IHSG. Namun jika dana besar? Jauh lebih sulit karena pilihan sahamnya lebih sedikit. Dan ini yang dihadapi oleh beberapa pengelola dana yang kami lihat dari report – report di media.

Yang terjadi di lapangan memang berkebalikan. Karena semua orang membandingkan kinerja dengan IHSG, maka tidak sedikit para fund manager harus putar otak untuk bisa mengalahkan IHSG baik dalam jangka pendek, menengah, hingga panjang. Sebisa mungkin tidak ada ruang untuk underperform. Mengapa begitu? Kalau kinerjanya lebih rendah dari IHSG, ada yang jelek – jelekin (termasuk kompetitor) padahal hanya jangka pendek. Belum tentu si kompetitor bisa konsisten di atas IHSG.

Akhirnya ada beberapa Fund Manager yang menyusun portfolio dengan komposisi saham tertentu agar bisa bergerak tidak jauh menyimpang dengan IHSG. Kalaupun underperform, ada beberapa saham yang bisa membantu menjadikan portfolio outperform. Terbentuklah sebuah portfolio dengan BETA sekian dan STANDAR DEVIASI sekian. Dengan demikian, pergerakan IHSG kedepan bisa untuk memprediksi pergerakan portfolio yang dikelolanya.

Akhirnya, kebanyakan reksadana saham akan menjadikan IHSG sebagai patokan kinerjanya untuk menghindari risiko ‘bad’ marketing. Well, seperti lingkaran setan ya:p

OK! Cukup Ceritanya. Intinya apa?

Karena hal – hal di atas, akhirnya kita tidak bisa menggunakan IHSG sebagai patokan untuk portfolio kita. “Kalau IHSG naik, saham kita juga berpeluang naik”, Itu paham yang salah! Ini semacam pemikiran: “Coffee shop lagi ngetrend, gue juga buka coffee shop deh”. Apa iya bakal untung? Nanti dulu. Karena bisa jadi saham Anda bukan pilihan para fund manager, coffee shop Anda bukan yang disukai pasar. Masalah di stock market itu sama dengan di lapangan: Tukang satu akan bilang sate-nya paling enak. Saham yang saham beli adalah yang paling bisa naik banyak.

Kita harus bisa melihat dengan lebih spesifik perusahaan apa yang disukai oleh big fund, dan hanya fokus di saham tersebut. Positifnya, karena dana kita lebih kecil dari para big fund, kita bisa mencetak return jauh di atas IHSG. Untuk memahami pergerakan harga sebuah saham, kita harus memiliki sudut pandang para big fund tersebut, bayangkan transaksi akumulasi minimal 50 miliar ke atas. Ketika itu ada di kepala kita, maka kita bisa membayangkan apa yang harus kita kerjakan: Menjadi pom pom saham, atau menjadi follower saham. Kami memilih menjadi yang kedua: trend follower. GaleriSaham identik dan setia dengan TREND FOLLOWING karena ini satu – satunya metode yang bisa mengembangkan dana dengan maksimal dan menyelamatkan dana ketika terjadi crash.

Jadi, kembali ke artikel: ‘IHSG Belum Naik – Naik. Kerjaan Siapa?‘, ini karena 2 hal:
1) Sepi-nya optimisme di pasar untuk melakukan pembelian di saham,
2) Belum menggeliatnya minat investor membenamkan dananya di pasar modal kembali.

Namun ada 1 ganjalan lagi pada IHSG yang berkembang saat ini, berhubungan dengan fund manager yang terlibat dalam transaksi saham lapis ketiga atau juga saham ‘gorengan’. Simak ulasannya di bawah ya:

Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat, share ke teman Anda, tapi jangan ke grup – grup saham ya.

Dengan pengalaman 10 tahun lebih di pasar modal, GaleriSaham akan terus share hal – hal semacam ini untuk bisa lebih berkontribusi positif di pasar modal Indonesia.

Segala hal yang disampaikan adalah murni opini pribadi. Silahkan menyampaikan comment ataupun masukan di bagian bawah artikel ini atau follow instagram @GaleriSaham untuk berinterakhir lebih lanjut.


Free Newsletter

Segera daftarkan email anda ke mailing list kami untuk memperoleh informasi & rekomendasi saham terbaru via email setiap hari secara gratis (tanpa syarat apapun)

Pendaftaran berhasil - Cek email anda untuk proses verifikasi